Sunday, 19 July 2015

Pelita - Cahaya Yang Redup Dalam Haru



          Based on a true story, when no one understand what would happen after..
Ini adalah sebuah cerita yang mungkin pernah anda tonton pada sebuah acara sinetron ataupun ftv, mungkin juga anda pernah melihat sebuah cerita tentang Cinderella maupun Bawang Putih, atau sebuah cerita tentang kekejaman Mertua yang kaya raya terhadap menantu yang berasal dari keluarga miskin. Hidupnya menderita hingga pertengahan cerita dan punya akhir yang bahagia. Percayalah, kehidupan nyata tidaklah seperti pada sebuah cerita fiksi. Lebih banyak hal yang tidak bisa diprediksi dan tiba-tiba.
            Aku adalah seorang laki-laki biasa yang bahkan tidak bisa dikatakan pintar, berprestasi, apalagi terkenal. Hanya ada beberapa orang teman sekelasku dulu waktu sekolah dan beberapa tetangga serta kerabat saja yang mengenalku. Tapi secara tiba-tiba sesuatu menjadikan diriku menjadi begitu terkenal, bahkan dikota kecilku ini. Aku cuma bisa sekolah sampai bangku menengah atas, tidak seperti teman-temanku yang langsung ke perguruan tinggi atau pergi bekerja ke kota besar dan sukses dengan keringat mereka. Aku cuma seorang pengangguran yang hobi main playstation dan hangout tiap malam. Orangtuaku hanya seorang yang bekerja pada orang lain, dan juga bukan terlahir dari sebuah keluarga yang kaya raya. Bahkan sampai sekarang, aku masih ingat bagaimana aku sering di traktir makan, dan lainnya oleh teman-temanku.
            Sekarang, katakan saja aku adalah orang yang berbeda. Aku akhirnya bisa membelikan teman-temanku minuman dan makanan saat kami hangout, dan juga bisa memberikan orangtuaku sesuatu yang mungkin tidak bisa diberikan teman-temanku pada orangtua mereka sekarang. Sebuah hotel yang mungkin memang tidak begitu besar, tapi menghasilkan puluhan juta tiap minggunya, seorang istri yang cantik, dan kehidupan yang bergelimang harta sekarang adalah kehidupanku. Punya mertua yang begitu baik padaku, dan lingkungan kerja yang semua orang mematuhi perintahku. Apalagi yang kurang, aku sekarang kaya, punya banyak uang, rumah mewah, mobil mahal, tapi darimana dan bagaimana ? lalu apakah menyenangkan mempunyai kehidupan seperti itu ? atau ada sebuah beban tersendiri setelah merasakannya ?
            Cerita ini dimulai ketika aku baru setahun lulus dari sekolah menengah atas dan masih menjadi pengangguran. Malam hari sekitar pukul sepuluh malam setelah aku pulang dari main ps dengan teman-temanku tanpa kuduga kedua orangtuaku masih  terjaga dan menungguku di sebuah kursi kayu yang terletak didepan rumahku. Hal yang membuatku bertanya-tanya kenapa raut muka mereka begitu tegang.
            “ Ndri, kamu sekarang cepat tidur, besok kamu akan menikah.” Itu yang diucapkan orangtuaku.
            Apa yang akan anda lakukan jika tiba-tiba mendengar hal itu saat pulang dari hangout. Mungkin akan sedikit sama, terkejut, bingung, karena bahkan aku tidak punya pacar atau perempuan yang dekat saat ini. Lalu dengan siapa ? dan kenapa ?
            Seorang pengusaha kaya raya dikota ini, sekaligus orang yang memang disegani karena punya beberapa kekuasaan terhadap kota ini, adalah calon mertuaku. Disini, siapa yang tidak kenal dengan nama Pak Made. Aku juga tahu nama itu, itu adalah nama dari orang yang mempekerjakan orangtuaku sebagai pembantu dirumahnya. Tapi kenapa dia jadi mertuaku sekarang, apakah karena aku sudah terikat kontrak sejak lahir dengan anak perempuannya, atau karena orangtuaku punya hutang yang begitu besar sehingga aku dijadikan penebusnya ? mungkin kalau aku itu adalah orang yang hebat, atau paling tidak seperti Nicholas Saputra, atau akan jauh lebih masuk akal lagi kalau aku seorang perempuan cantik jelita yang diam-diam ditaksir oleh anak lelakinya. Tapi bukan seperti itu kejadiannya, Pak Made punya seorang anak perempuan yang usianya sekitar dua tahunan lebih tua dariku, cantik, dan kaya raya. Apa dia jatuh cinta padaku ? itu juga sesuatu yang tidak mungkin. Setahuku dia punya pacar seorang atlet Voli yang berasal dari keluarga kaya karena punya motor bagus, tampan dan lebih banyak lagi hal yang membuatnya lebih baik dariku. Meskipun dengan tingkah polahnya yang sepertinya tidak enak untuk dibicarakan. Lalu kenapa malah aku yang nanti akan jadi suaminya ?
            Namanya Lita, seorang yang bahkan belum pernah sekalipun bercakap denganku, dan bahkan mungkin tidak mengenalku, bahkan sampai saat ini di depan ribuan tamu undangan di resepsi pernikahan yang begitu megah saat aku dan Lita duduk di kursi pelaminan. Lita sudah hamil dua bulan dengan kekasihnya dulu, tapi Pak Made tidak ingin anaknya menikah dengan orang itu dengan berbagai macam alasan. Dia lebih suka anaknya menikah denganku yang orang biasa. Itu adalah alasannya, dan bagaimana denganku ? aku tiba-tiba harus menikah dengan seorang perempuan yang sedang hamil, dan sama sekali tidak mengenalku. Mungkin ada ratusan hal yang membuatku merasa seperti ini dan itu.
            Alasannya adalah harta, yang ada padanya. Dan orangtuaku, yang punya banyak sekali hutang, untuk itulah aku harus mengorbankan perasaanku, menekannya kuat-kuat dan melemparkannya sejauh mungkin. Apalagi yang kupunya yang bisa membuat orangtuaku bahagia, selama ini uang sekolahku dibayar dengan hasil hutang sana-sini oleh orangtuaku, punya adik kecil-kecil yang juga harus dibiayai. Dan pastinya, akan menaikkan nama orangtuaku karena berbesan dengan orang yang punya nama besar sebesar Pak Made. Sesuatu yang tidak mungkin tega kutolak, karena itu adalah sebuah kesempatan untuk membayar hutang dan membiayai kehidupan mereka.
            Acara pernikahan selesai, bahkan aku sendiripun tidak tahu sah atau tidaknya. Karena hingga malam harinya, tak ada sepatah katapun terucap dari bibir Lita padaku. Malam pertama yang bisu, dan begitu angkuh meskipun kami tidur dalam satu ruangan bersama.
            “ udah makan ta ?” ucapku coba membangun suasana antar suami istri.
            “ heh ! elu itu cuma anak kacung bapak gue ! gak usah sok akrab deh. Gue masih mending tidur didepan toko daripada mesti tidur sekamar sama elu !” ucapnya dengan beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu.
            Sama sekali belum sedikitpun kulihat senyum dari mukanya dari pertama kali kami bertemu pada pagi sebelumnya. Ini adalah kamarnya, dan bahkan dia keluar setelah menjelek-jelekkan suaminya dengan raut muka yang semakin asing. Kalau saja ada yang bertanya seperti apa perasaanku saat ini, mungkin seperti harus belajar bagaimana menjadi sebuah batu yang tidak punya telinga dan hati.
            Yang sedikit berbeda lagi dengan cerita di sinetron adalah orangtuanya sangat baik padaku, padahal setahuku dia adalah orang yang keras, punya anak buah disana sini, bahkan sebagai imbalan karena aku mau menikah dengan anaknya aku diberi sebuah Hotel salah satu dari sekian banyak usahanya. Memberi orangtuaku uang dalam jumlah besar, sebagai ganti dariku. Tapi dia begitu keras terhadap anak perempuannya satu-satunya, karena tiap kali dia melihat kami tidak bersama akan ada sesuatu yang terlempar dan memecahkan sesuatu didepannya. Inikah yang disebut dengan pernikahan ? inikah yang dari dulu aku bayangkan tentang sebuah cinta cita yang dipadu oleh dua orang kekasih ? bahkan foto dalam undangan pernikahan yang kulihat adalah hasil dari editan photoshop karena memuat banyak sekali kepalsuan dalam senyum dan rajutan gaun yang seharusnya putih bersih itu.
            Hari, hari, dan hari berlalu dengan situasi yang serupa. Diam, ejekan, dan raut muka yang begitu asing darinya. Awal dari hari hari itu aku acuh dan menganggap bahwa dia tak penting selagi aku punya banyak uang dan bisa beli ini itu. Bersenang-senang, dan lain sebagainya. Meskipun saat malam tiba, aku harus kembali lagi ke sebuah rumah megah yang begitu berat rasanya cuma untuk masuk kedalamnya dan beristirahat. Aku masuk kedalam kamar dan sekali lagi setelah menyalakan lampu melihat Lita yang sedang tertidur dengan wajah memar dan mata yang sembam menangis. Kasihankah ? ibakah ? atau sesuatu yang sulit untuk kumengerti ? atau karena kekurang tegasanku padanya sebagai laki-laki ?
            Hingga siang hari ini saat masih berada di dalam hotel, Pak Made ayahnya mendatangiku dengan marah disertai dua orang anak buahnya.
            “ mana si Andri !” bentaknya sambil menanyai keberadaanku.
            Aku yang mendengarnya dari dalam lobi keluar dan menemuinya meskipun dengan hati yang berdebar bertanya apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.
            “ GOBLOK !” teriaknya disertai pukulan tepat kewajahku. Aku memang tidak terjatuh meskipun terasa begitu sakit dan takut dan baru sadar kalau hal ini sama seperti yang dia lakukan terhadap Lita, bahkan hampir setiap hari dia menerima pukulan ini.
            “ kamu itu sekarang suaminya ! gak papa kalau kamu gak suka sama Lita, tapi jadi tegas dikit kalau dia gak mau nurut sama kamu !” teriaknya dengan penuh amarah, tak sepatah katapun bahkan bisa kukeluarkan dari mulutku dan hanya gemetar dan takut.
            “ kalau kamu gak suka sama tingkah lakunya, paksa dia buat berubah. Pukul aja dia seperti ini, kalau gak mempan juga bunuh aja dia !”
            Benarkah itu kata yang dia ucapkan untuk anak perempuannya satu-satunya ? apa memang seorang ayah boleh berkata seperti itu ? atau memang dunianya adalah sesuatu yang tak pernah kuketahui ?
            “ saya lebih milih lihat Lita mati daripada bareng sama laki-laki itu !”
            Ternyata Lita kabur dengan pacarnya dulu, seisi rumah memang sudah berantakan dan beberapa barang yang pecah mungkin akibat ayahnya marah-marah sebelumnya. Aku bahkan tak mengucapkan sepatah katapun, dan ternyata memang terasa begitu sakit hati. Bukan karena istriku kabur dengan bekas pacarnya, tapi karena sesuatu lain yang tak tahu harus seperti apa kujelaskan. Bahkan sampai malamnya tiba, perasaan itu masih terus bertambah dan terasa begitu sakit. Romeo Julietkah ? apakah aku adalah orang yang menghambat kisah kasih Lita dan pacarnya ?
            Pagi sebelum aku sempat pergi ke hotel, halaman rumah sudah ramai dengan datangnya Lita disertai ayahnya dibelakangnya. Masih hampir sama, muka lebam dan bahkan berdarah, tangisan dan entah apa yang harus kuungkapkan. Pak Made punya ratusan mata dikota ini. Jadi begitu mudah menemukan dimana Lita kabur.
            “ Lu emang bajingan !” ucapnya sambil menahan air matanya dihadapanku sambil berjalan masuk kedalam kamar dan menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. Air matanya kemudian terurai lagi, cuma kali ini dengan mudah bisa kudengar dari rintihannya.
            “ beruntung banget sih lu yang punya keluarga gak kaya gue” entah apa maksudnya, karena kalau bisa dikatakan aku juga adalah orang yang menderita karena pernikahan ini.
            Hanya saja, begitu keluar dan kabur ke hotel seperti biasanya aku mendengar berita kalau pacarnya sudah mati. Pastinya dibunuh oleh anak buah Pak Made. Bahkan mungkin oleh tangannya sendiri. Hatiku tambah begitu kacau, bertanya apa yang dirasakan oleh laki-laki itu kalau aku yang ada diposisinya. Apakah hidupku cuma akan jadi seperti ini sampai nanti ? atau mungkin aku juga akan berakhir seperti laki-laki itu kalau sampai menyinggung Pak Made suatu saat ?. Sampai malam hari saat pulang kembali kerumah itu, perasaan takut masih ada, sampai hari berikutnya, malam berikutnya, dan begitu terus. Sedih, iba, dan bingung apa yang harus kulakukan saat masuk kedalam kamar, tidur bersama istriku, dan berharap cepat segera pagi untuk lepas darinya meski cuma sehari. Dan malam harinya pulang melihat istriku yang belum pernah sekalipun tersenyum, tambah lagi saat malam ini kulihat dia sudah tergeletak di lantai kamar dengan darah yang berceceran. Takut, dan begitu gelisah setelah menggendongnya dan menungguinya dirumah sakit. Nyawa sudah tak ada lagi untuk anak dalam kandungan itu, mungkin karena benturan dan pukulan yang mengenai tubuhnya dan membuat hancur janin itu.
            Pukul empat lebih pagi ini aku mendengar suara tangisan yang begitu pelan dari dalam ruang yang sepi. Lita sudah sadarkan diri, tapi entah ada beberapa hal yang membuatku acuh, atau hal itu malah membuatku ingin ada didekatnya. Kuberanikan diriku untuk menemuinya didalam dan duduk disampingnya.
            “ mendingan gue mati aja…” ucapnya setelah melihatku duduk diam disampingnya selama lebih dari tiga puluh menit.
            “ jangan ngomong sembarangan,”
            “ buat apa hidup lagi kalo cuma sengsara terus tiap hari. Gue gak pernah punya siapa-siapa, keluarga gue gak seperti keluarga yang lain.”
            Perbincangan pertama kami setelah hampir satu bulan menjadi suami istri malah disertai tangis dan keputusasaan darinya. Bahkan tanpa sadar mataku mulai memerah dan sedikit menggenang air mata. Tangannya begitu dingin, dan menggenggam tanganku meskipun dengan tenaga yang hampir hilang.
            “ gue minta maaf Ndri…” ucapnya lagi sebelum akhirnya dia terlelap tidur dengan air mata yang belum kering di mukanya. Itu pertama kali kami tidur bersama dan tak sedikitpun ada rasa terbelenggu. Benarkah harus merasakan sakit dulu baru manusia bisa saling mengerti ? ataukah nanti saat dia sembuh akan kembali seperti sebelumnya dengan makian dan hinaan.
            Dua hari akhirnya dia dibawa pulang dan duduk disebelahku didalam mobil, dan untuk pertama kalinya kami duduk berdua setelah hari pernikahan. Wajahnya sudah tak ada lagi air mata ataupun amarah seperti biasanya. Meskipun belum menunjukkan senyum yang begitu kudambakan sejak pertama hidup bersamanya. Lita langsung masuk kedalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya. Aku tak ingin mengganggunya dan memilih untuk ke Hotel dan kali ini untuk pertama kalinya aku ingin pulang nanti membelikan sesuatu untuknya. Meskipun cuma roti bakar yang biasa lewat dijalan depan hotel kami.
            “ gue gak pernah punya temen yang bener. Dari dulu mereka cuma seneng kalo gue beliin sesuatu. Seneng kalo minjem duit dan gak pernah dibalikin. Tapi begitu gue ada masalah mereka semua hilang. Gue gak pernah punya ibu sejak kecil, dan bokap gue cuma ngomong ke gue kalo dia lagi marah-marah. Dan saat punya kasih sayang, malah dihancurin sama orang tua gue sendiri.”
            Aku benar-benar tak punya kata yang bagus untuknya, karena memang aku tak pintar dalam hal seperti ini. Ternyata memang kehidupannya denganku begitu berbeda. Aku yang dari kecil hidup dengan suka cita, bersama teman, keluarga, meski tak bergelimang harta. Money also can buy happiness, but its only a while. When its gone, the happiness also gone along.
            Pagi harinya saat terbangun, roti bakar yang kubelikan masih utuh diatas piring didalam kamar. Lita sudah tidak ada disebelahku, tubuhnya tergeletak dilantai kamar mandi dengan darah berceceran dari sebuah cutter di pergelangan tangannya. Akhir hidupnya terjadi hanya berjarak beberapa meter saat aku tertidur lelap. Benarkah ini akhir dari deritanya dan dari derita sejak hidup bersamaku ? bahkan tanpa sadar air mataku bercucuran melihat akhir dari wajahnya yang tetap berlinang air mata. Tak sedikitpun raut sedih atau kehilangan dari Pak Made yang masih bisa ngobrol santai dengan tamu saat hari berkabung ini. Pelita yang bahkan tak mampu memberi cahaya hingga akhir hidupnya. Pelita yang hidup dengan penuh harta yang membuatnya bahagia sesaat, dan lebih banyak lagi saat siksaan tubuh dan hatinya oleh keluarga dan orang-orang yang seharusnya didekatnya. Indahkah hidup kalau banyak harta seperti ini ? atau indahkah hidup dengan kasih sayang dan tanpa harta ?
            Andriansyah dan Pelita Kusumaningsih April 2012.

+

Thursday, 2 July 2015

Minions - Ternyata Ada Bahasa Indonesianya


Siapa sih yang gak bakalan gemes kalo lihat aksinya si Kevin, Stuart, Bob dan kawan-kawannya dalam film terbaru 2015 yaitu Minions ?

Yap, pada pertengahan tahun emang ada film yang merupakan side story dari Despicable Me 1 dan 2. Pada Despicable Me, pemeran utamanya adalah Gru, dan Minions cuma sebagai prajurit dan anak buah dari Gru. Tapi karena kelucuan mereka yang emang bikin film itu lebih menarik, maka Illumination menampilkan film bagi mereka tersendiri, dari awal munculnya sampai akhirnya bertemu dengan Gru di akhir cerita. Lucu, kocak, heroik, dan gak cuma sekali mereka bakalan ngocok perut anda saat nonton dari awal sampai akhir.

Tapi disamping itu, ternyata ada hal yang menarik bagi kita loh. Ternyata para minions itu beberapa kali menggunakan bahasa Indonesia. Waah, jadi terharu nih bahasa kita dipake dalam film sekeren ini.
Ternyata hal yang sempat bikin heboh di Negara kita itu gak lepas dari sang sutradara Pierre Coffin yang punya darah Indonesia dari Ibunya yaitu penulis terkenal NH Dini. Dalam cerita itu emang Mas Coffin sengaja mencampur adukkan bahasa-bahasa dunia seperti Spanyol, Prancis, Meksiko, Yunani, Inggris, sampe bahasa Indonesia sebagai bahasa Minions. Tonton aja di akhir cerita yang paling jelas saat Bob diberi hadiah oleh Queen Elizabeth dia mengucapkan “Terima Kasih”.


Pokoknya rugi banget kalo anda sampe gak nonton, dan ceritanya emang seru abis dan menarik.



+